Laut hampir mencapai batasnya, Haruskah kita peduli?
Latar Belakang Realita yang Terjadi di Laut
Pernakah kita berpikir seberapa penting laut bagi kehidupan kita? Laut memiliki 2/3 luas planet kita khususnya Negara kita Indonesia yang memiliki luas lautan 73% dari seluruh wilayah Indonesia. Oksigen yang kita hirup sebagian besar berasal dari laut. Laut mengatur iklim dan menyediakan lapangan kerja, obat, dan makanan termasuk 20% protein untuk memberi makanan seluruh manusia di dunia. Orang-orang berpikir bahwa lautan sangat luas dan tidak akan terpengaruh oleh aktivitas manusia. Akan tetapi, kita harus mengetahui realita yang terjadi dari proses asidifikasi (pengasaman) ini yang sangat berdampak pada aktivitas manusia .
Apakah kita tahu bahwa laut menyerap 25% total karbondioksida yang kita lepaskan ke atmosfer? Ini hanyalah salah satu manfaat yang diberikan laut. Karbondioksida merupakan salah satu gas rumah kaca yang paling dominan mempengaruhi gas rumah kaca. Semakin banyak karbondioksida terlepas ke atmosfer maka akan semakin banyak karbondioksida yang terlarut ke laut. Sehingga inilah yang mengubah laut secara kimiawi. Saat karbondioksida memasuki laut dan terlarut di dalamnya, akan mengalami reaksi kimia yang mempengaruhi lautan. Semakin banyak karbondioksida yang terlarut di dalam laut, maka konsentrasi pH (keasaman) air laut akan turun. Artinya, terjadi kenaikan keasaman laut. Proses asidifikasi ini terjadi bersamaan dengan perubahan iklim.
Para ilmuwan telah meneliti asidifikasi laut selama dua dekade. Grafik ini menunjukan parameter asidifikasi laut dalam kurun waktu tertentu. Pada garis merah itu menunjukan bahwa kenaikan stabil dari konsentrasi karbondioksida atau gas CO2 di atmosfer. Ini adalah efek langsung dari aktivitas manusia. Untuk garis dibawahnya yang berwarna biru tua menunjukkan kenaikan konsentrasi karbondioksida yang terlarut di permukaan laut. Kita bisa melihat bahwa kenaikannya konsentrasi gas CO2 sejalan dengan konsentrasi CO2 yang terlarut di laut. Garis dibawahnya lagi berwarna biru muda menunjukkan perubahan secara kimiawi. Ketika terjadi kenaikan konsentrasi karbondioksida di laut maka pH air laut menurun. Ini artinya ada kenaikan keasaman laut.
Mengapa kita harus peduli? Bagaimana asidifikasi laut berdampak bagi kita? Inilah fakta-fakta yang mengkhawatirkan. Menurut laporan dari United Science, telah terjadi kenaikan keasaman laut sebesar 26% sejak masa pra-industri, yang berdampak langsung ke aktivitas manusia [2]. Kecuali kita bisa memperlambat emisi karbondioksida. Keasaman laut diprediksi akan mengalami kenaikan sebesar 170 persen di akhir abad ini. Hal ini terungkap dari laporan dari International Geosphere-Biosphere Program (IGBP) [3]. Menurut penelitian Barbel Honish, ahli kelautan dari Lamont-Doherty Earth Observatory, Colombia University menunjukkan bahwa tingkat keasaman laut sekarang 10 kali lebih cepat dibandingkan 56 juta tahun silam [4]. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena kehidupan laut kita tidak pernah mengalami laju perubahan secepat itu sebelumnya. Sampai saat ini kita belum tahu bagaimana kita harus menghadapinya?
Contoh dari adanya Pengasaman Laut
Salah satu yang paling penting dari adanya pengasaman laut adalah menurunnya konsentrasi ion karbonat. Ion karbonat adalah ion yang paling utama dan sangat dibutuhkan untuk spesies-spesies laut yang membentuk cangkang mereka. Contohnya adalah kerang, tiram, kepiting, dan juga terumbu karang. Spesies-spesies laut tersebut membentuk suatu rangka koral dan karang. Seiring dengan meningkatnya keasaman air laut dan berkurangnya konsentrasi ion karbonat maka spesies-spesies tersebut akan kesulitan untuk membuat rangka tubuhnya. Karena jumlah ion karbonat sangat rendah, rangka spesies-spesies tersebut bisa terlarut oleh air laut yang memiliki kadar pH yang tinggi. Contohnya adalah pada pteropod atau kupu-kupu laut pada Gambar 2. Spesies ini adalah sumber makanan (produsen) utama bagi banyak spesies seperti salmon bahkan paus. Penelitian ini menempatkan cangkang pteropod ke dalam laut. Setelah 45 hari dibiarkan sesuai dengan kadar pH yang tinggi maka cangkangnya hampir terlarut semuanya. Hal ini menunjukkan bahwa pengasaman laut bisa berdampak pada rantai makanan dan menyebabkan sumber makanan di laut akan punah.
Contoh lainnya akibat adanya proses asidifikasi adalah pada coral bleaching. Coral bleaching adalah proses pemutihan karang yang disebabkan oleh menghilangnya salah satu spesies alga (seperti Zooxanthellae) pada koral karena adanya faktor kenaikan suhu permukaan laut, kenaikan konsentrasi CO2, dan adanya penurunan pH di laut. Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa adanya proses pemutihan koral di laut Arab yang beriklim tropis. Gambar 3a adalah pemutihan Porites sp. 3(b-c) Favites sp. 3(d) Plesiastrea sp yang sebagian diputihkan. 3(e-f) adalah sebagian dan seluruh pemutihan Koral spesies Goniopora. Setelah 6 bulan, koral ini mengalami pemutihan dan hampir sepenuhnya terlarut. Terumbu karang mendukung 25% spesies-spesies seluruh kehidupan dalam laut. Sehingga jika terumbu karang mengalami pelarutan maka spesies-spesies yang tinggal di dalamnya akan mengalami kepunahan.
Masalahnya sudah, Solusinya apa?
1. Carbon Prising
Gambar 4: 61 Negara yang sudah berinisiatif untuk Carbon Prising. [7]
Carbon Prising adalah metode yang digunakan untuk menangkap biaya sosial emisi karbon yang sebelumnya ditanggung publik ke pasar, sehingga menjadi intensif para penghasil emisi untuk mengubah teknologi ke tingkat emisi karbon yang rendah. Saat ini, sudah ada 61 negara yang sudah merencanakan dan mengimplementasikan dengan cara pajak maupun “sistem dagang emisi” [7]. Indonesia sendiri melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sedang membuat R-PERPRES sebagai Nilai Ekonomi Karbon (NEK) [8]
2. Mendorong Kebijakan Energi Terbarukan
Tabel 1: Potensial Sektor-Sektor Energi Terbarukan di Indonesia pada tahun 2018. [9]
Pemerintah harus membuat kebijakan untuk memperbanyak sektor energi terbarukan di Indonesia yang tentu akan mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Ini bisa dilakukan seperti mencabut subsidi energi berbasis fosil yang memiliki karbon beremisi tinggi. Kita juga harus mendorong pemerintah agar bisa mencabut aturan-aturan yang membuat energi surya tidak kompetitif. Studi yang dilakukan oleh Greenpeace East Asia mengatakan bahwa lapangan kerja yang tercipta dari sektor energi surya bisa mencapai 20.000 lapangan pekerjaan yang diproyeksikan bisa bertambah sekitar 80.000 lapangan pekerjaan [10].
Masih ada beberapa solusi yang bisa ditawarkan untuk mengurangi emisi karbon. Tapi yang terpenting untuk kita sebagai masyarakat, industri, dan pemerintahan adalah kerjasama yang erat untuk memperlambat pemanasan global, menjaga kelestarian lingkungan baik dalam daratan maupun lautan, dan mengajarkan akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan untuk generasi kita dan generasi yang akan datang.
Referensi
[1] https://ocean.si.edu/conservation/acidification/ocean-acidification-graph, diakses: 4 Desember 2020.
[2] https://hijauku.com/2019/09/23/krisis-iklim-semakin-memburuk/, diakses: 4 Desember 2020.
[3] https://hijauku.com/2013/11/15/keasaman-air-laut-akan-naik-170/, diakses: 4 Desember 2020.
[4] https://koran.tempo.co/read/ilmu-dan-teknologi/267085/laut-makin-asam, diakses: 4 Desember 2020.
[5] https://www.pmel.noaa.gov/co2/file/Pteropod+shell+experiment, diakses: 4 Desember 2020
[6] Hussain A., Ingola B. 2020. Massive coral bleaching in the patchy reef of Grande Island, along the eastern Arabian Sea during the 2015/16 global bleaching event: Regional Studies in Marine Sciences.
[7] https://www.cdp.net/en/climate/carbon-pricing/carbon-pricing-connect, diakses: 4 Desember 2020.
[8] https://katadata.co.id/febrinaiskana/ekonomi-hijau/5e9a50d693216/kirim-surat-ke-darmin-asosiasi-minta-empat-regulasi-ebt-direvisi, diakses: 4 Desember 2020.
[9] Maulidia M., Dargusch P., Ashworth P., 2019. Rethinking renewable energy targets and electricity sector reform inIndonesia: A private sector perspective: Renewable and Sustainable Energy Reviews.
[10] https://www.greenpeace.org/indonesia/siaran-pers/5277/pembukaan-lapangan-kerja-di-sektor-energi-terbarukan-solusi-menuju-better-normal/, diakses: 4 Desember 2020.